Sabtu, 15 Juni 2013



Latar Sejarah
Nama kompleks makam ini diambil dari salah seorang tokoh sejarah yaitu La Tenri Ruwa yang dinobatkan sebagai Raja Bone ke XI dan merupakan orang pertama yang menerima ajakan raja Gowa XIV (Daeng Maurabbia Sultan Alauddin) untuk masuk agama Islam. Hal ini tidak disetujui oleh anggota adat (Arung Puti) di Bone, kemudian ia diturunkan dari tahta. Akibat tindakan Arung Puti, La Tenri Ruwa kemudian meninggalkan Bone dan menetap di Bantaeng sampai akhir hidupnya.    
Nekara Perunggu
Latar Sejarah
Nekara Perunggu
Nekara perunggu Selayar, pada awalnya ditemukan oleh seorang petani penggarap tanah milik kerajaan, bernama Sabura pada tahun 1686. Lokasi temuan nekara tersebut, termasuk dalam wilayah kerajaan Putabangun yang berpusat di Rea-Rea bagian pegunungan. Nekara ditemukan pada masa pemerintahan Daeng Mappesang, sebagai Opu Kerajaan Putabangun pada masa itu.  

Deskripsi
Bentuk nekara menyerupai dandang terbalik (tipe nekara Heger I). Teknik pembuatannya dengan mengecor campuran perunggu pada cetakan dalam dua bagian, lalu ditangkupkan secara vertikal. Di seluruh bagian dinding nekara terdapat ornamen-ornamen sebagai berikut : 16 ekor gajah pada bagian kaki dan bahu nekara, 54 ekor burung pada bagian bahu nekara, 11 batang pohon sirih pada bagian kaki nekara, 18 ekor ikan pada bagian bahu nekara, 4 ekor katak pada bidang pukul nekara, geometris (garis-garis tumpal, spiral, kotak-kotak persegi dan hiasan bentuk huruf "L"), pada bidang pukul dan bahu nekara. Ukuran nekara adalah : Tinggi dari dasar sampai bidang pukul 92 cm, garis tengah bidang pukul 126 cm, keliling bidang pukul 393 cm, lingkar bibir 418 cm, keliling bagian dasar 414,5 cm, ketebalan pada bagian kaki 2,5 cm, garis tengah bagian kaki 134 cm.

Leang kabori
Liang Kobori adalah nama lain dari Gua Kabori. Dari Buku Panduan Pariwisata Kemenparekraf, Liang Kobori yang berada di Desa Mabolu, Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara, adalah gua yang menjadi saksi sejarah kehidupan suku Muna di Sulteng.  Kenapa diberi nama Liang Kobori? Ini berasal dari bahasa Muna yang berarti gaya tulis. Penamaan ini sangat pas karena jika masuk ke dalam gua, maka Anda bisa melihat banyaknya lukisan di sepanjang dinding gua. Ada sekitar 130 lukisan yang bisa Anda lihat. Menurut peneliti, lukisan yang berada di dinding gua berasal dari zaman prasejarah atau sekitar 4.000 tahun yang lalu. Jika diamati, lukisan-lukisan tersebut menggambarkan cara hidup masyarakat suku Muna mulai dari bercocok tanam, beternak, berburu, sampai peperangan.
Liang Kabori memiliki lebar 30 meter dengan tinggi sekitar 2-5 meter dan kedalaman di bawah tanah sekitar 50 meter. Gua ini tersusun dari bebatuan stalaktit dan stalagmit yang berwarna kehitaman.
Jika ini ingin mengunjungi Liang Kabori, Anda bisa menempuh dua cara. Cara pertama melalui Pelabuhan Nusantara, Kendari menuju Pelabuhan Raha di Muna. Waktu tempuh untuk rute ini adalah 4 jam. Cara kedua bisa Anda lalui dari Bandara Walter Monginsidi, Kendari menuju Bandara Sugimanuru lalu ke Kota Raha sebelum menuju ke Desa Mabolu dengan lama perjalanan 1,5 jam.
Lukisan Di dalm leang Kabori


1. Batu Popaua merupakan batu alam yang mempunyai lubang dan di sakralkan karena di jadikan sebgai tempat pengambilan sumpah para Raja atau Sultan Buton
2. Disebut batu Popaua karna di atas batu ini Raja atau Sultan Akan memasukkan kaki kanan dan kiri secara bergantian dengan di putarkan Payung Kebesaran kerajaan di atas kepal Raja Atau Sultan ketika hendak di ucapkan sumpah jabatan oleh se orang dari Dewan Siolimbona atau Anggota Legeslatif